Jakarta Swift Wheelchair Basketball, Gaungkan Basket untuk Semua lewat Kursi Roda
Jakarta Swift Wheelchair mulai menghelat latihan rutin sejak akhir 2017 dan ditunjuk mewakili Indonesia di Asian Para Games setahun kemudian. Kalangan nondifabel pun dipersilakan bergabung.
DIMAS RAMADHAN WICAKSANA, Jakarta
TAK mudah mengontrol kursi roda dan pada saat yang sama harus mengontrol bola basket, mencari posisi, atau berkonsentrasi menembak. Tapi, para anggota Jakarta Swift Wheelchair Basketball seperti melakukannya dengan mata tertutup.
Perpindahan bola berlangsung cepat, penempatan posisi dinamis, dan tahu-tahu bola sudah di tangan pemain yang berada di bawah ring serta bersiap menembak. ’’Kami memang berlatih rutin sejak akhir 2017,’’ kata Program Manager & Head Coach Jakarta Swift Salim Nurjadin saat ditemui Jawa Pos (Grub Kalteng Pos) di Mansion Sports Box di Pluit.
Karena itu pula, di Asian Para Games 2018 yang dituanrumahi Indonesia, mereka ditunjuk mewakili kontingen Merah Putih. ’’Nah, setelah Asian Para Games, para founder berpikir, ’Ah masa hanya untuk event, mau lanjutin lah’. Di awal 2019, kami open for public. Jadi, teman-teman disabilitas bisa ikut,’’ ujar Salim.

Permainan basket kursi roda tak jauh berbeda dengan basket konvensional. Di lapangan sama-sama ada sepuluh orang, dengan setiap tim berisi lima pemain. Ukuran bola pun sama. Begitu pula tinggi keranjangnya yang mencapai 3,05 meter, persis basket tradisional. Hanya kursi roda yang jadi pembeda.
Kursi roda yang digunakan para difabel itu tidak sembarangan. Benda yang dipakai untuk menopang pergerakan para pemain dimodifikasi khusus untuk olahraga. Kerangka kursi roda mereka sedikit melengkung ke arah badan. Ini untuk mempermudah pemain dalam menjalankan kursi roda saat menggiring bola.
Aturan dasar permainan juga tak jauh berbeda. Pemain perlu melakukan satu atau dua dorongan saat bola di tangan atau pangkuan. Jika lebih dari dua, dianggap traveling. Seorang pemain juga biasanya tidak lebih dari 3 detik di area yang membatasi lawan, kecuali bola di udara jika menerima rebound atau bola mati. Jika pemain yang memiliki bola ditekan lawan, dia hanya boleh memegang tanpa melempar atau menggiring bola selama 5 detik. Dan tim yang memegang bola punya waktu 10 detik untuk melewati garis tengah ke daerah lawan.
Jakarta Swift saat ini menjadi satu-satunya komunitas basket kursi roda di Indonesia. Sejak membuka diri untuk umum pada 2019, anggota Jakarta Swift mencapai kurang lebih 40 orang. Mereka datang dan pergi. Tapi, saat ini, yang benar-benar aktif hanya setengah di antaranya.
Salim tak menampik, awalnya sangat sulit untuk mengajak para difabel berolahraga, terutama main basket kursi roda. ’’Tapi, sejak Asian Para Games itu, teman-teman disabilitas lebih percaya diri,’’ terangnya.
Awal-awal, kata Salim, tidak mudah mengajari para anggota. Banyak tantangan yang dihadapi, lantaran dia juga tak pernah menjajal basket kursi roda sebelumnya. Namun, dengan kesabaran dan ketelatenan, semua akhirnya bisa teratasi.
Jakarta Swift tidak hanya terbuka untuk kaum difabel. Mereka yang tidak memiliki kekurangan fisik juga diperkenankan bergabung. Keterbukaan itu sekaligus menggaungkan slogan mereka, yakni ’’Basketball for Everyone’’ atau ’’Basket untuk Semua’’.
’’Jadi, di sini ada juga teman-teman yang nondisabilitas, yang penasaran mau main wheelchair basketball itu kayak gimana sih,’’ katanya.
Saat ini memang tidak banyak nondifabel yang ikut bermain. Tapi, mereka tetap berminat bergabung dengan menjadi sukarelawan. Termasuk Salim yang dengan sukarela menjadi pelatih untuk Jakarta Swift.
Salim bercerita, dirinya sebelumnya adalah pelatih basket konvensional. Namun, dia kini fokus dengan komunitasnya. ’’Saya pikir, why not? Kita kenapa nggak berbagi? Gua punya ilmu basket nih. Sama teman-teman lain gua mau berbagi gitu,’’ paparnya.
Salah satu tamu nondisabilitas yang mencoba bermain basket kursi roda bersama Jakarta Swift adalah Stephen Howard, mantan pemain NBA yang pada Agustus lalu berada di Jakarta. Bersama eks bintang WNBA Crystal Langhorne, dia menjajal olahraga itu.
Howard mengakui, tidak mudah bermain basket dengan alat bantu kursi roda. Karena itu, dia menaruh respek kepada para pemain Jakarta Swift yang piawai melakukannya. “Butuh kekuatan lengan yang luar biasa untuk mondar-mandir di lapangan. Saya main 5 menit saja sudah kelelahan,” tuturnya.
Mantan pemain Utah Jazz dan San Antonio Spurs itu pun memberi dukungan penuh dan berharap Jakarta Swift bisa dikenal lebih luas. “Karena olahraga itu meliputi semua ras, kelamin, untuk semua orang,” jelasnya. (*/c18/ttg/jpc)