PALANGKA RAYA – Kasus perceraian di Kalimantan Tengah (Kalteng) terus mengalami tren kenaikan setiap tahunnya. Kenaikan angka perceraian pada tahun 2023 masih didominasi oleh pertengkaran terus-menerus yang terjadi dalam rumah tangga. Setiap tahunnya, terdapat ribuan janda dan duda di Bumi Tambun Bungai. Selain pertengkaran rumah tangga dan selingkuh, masalah ekonomi turut menjadi pemicu tingginya kasus perceraian.
Menurut data yang dihimpun oleh Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Palangka Raya dari 13 wilayah hukum Pengadilan Agama kabupaten/kota se-Kalteng, pada tahun 2023 (Januari-Desember) terdapat 3.001 kasus perceraian. Dari ribuan angka perceraian itu, perselisihan dan pertengkaran rumah tangga menjadi penyebab paling dominan, dengan 2294 kasus perceraian diakibatkan oleh perkara tersebut. Selain itu, meninggalkan salah satu pihak atau selingkuh menjadi penyebab terbesar kedua dengan angka 476 kasus.
Hakim sekaligus Humas PTA Palangka Raya, Mustar, mengungkapkan bahwa angka perceraian di Kalteng mengalami fluktuasi sesuai dengan jumlah perkara yang ditangani, kadang banyak kadang tidak. Tetapi secara kumulatif setiap tahunnya, kasus perceraian menunjukkan tren peningkatan.
“Untuk jumlah perkara cenderung meningkat di seluruh PA. Dari 13 PA se-Kalteng, dari Kalteng wilayah timur hingga barat, itu mengalami peningkatan. Sekitar 70-80 persen yang menggugat cerai itu istri,” beber Mustar kepada Kalteng Pos saat ditemui di kantornya, Rabu (15/5).
Pertengkaran terus-menerus dalam rumah tangga sebagai penyebab terbesar angka perceraian di Kalteng, ujar Mustar, bisa dipicu oleh banyak faktor seperti judi, masalah ekonomi, hingga selingkuh. Pihaknya tidak dapat memastikan faktor-faktor apa saja yang dominan, sebab tidak menangani perkara secara langsung mengingat ranah itu berada di PA kabupaten/kota.
“Pertengkaran sebagai penyebab dominan dipengaruhi oleh banyak faktor, bisa saja karena suami yang sering berjudi, atau pemicu-pemicu lainnya,” katanya.
Adapun daerah dengan angka perceraian tertinggi adalah Kotim dengan jumlah kasus 669, Kobar 569 kasus, Palangka Raya 358 kasus, dan Kapuas 344 kasus (data lengkap ada pada tabel). Pangkalan Bun dan Sampit menjadi dua daerah dengan angka perceraian tertinggi yang dicatat oleh PA kabupaten setempat.
“Perceraian yang terjadi banyak karena perselisihan terus-menerus dalam rumah tangga, disusul masalah meninggalkan salah satu pihak atau selingkuh, lalu faktor ekonomi,” sebutnya.
Panmud Hukum PTA Palangka Raya, Lisnawatie, menambahkan bahwa pada 2023, kasus perceraian yang disebabkan oleh masalah ekonomi cenderung mengalami peningkatan. Sampit, Pangkalan Bun, Kapuas, Buntok, dan Palangka Raya menjadi lima daerah terbanyak yang kasus perceraiannya disebabkan oleh faktor ekonomi.
“Tetapi paling banyak karena pertengkaran terus-menerus yang dipicu oleh banyak faktor, bisa disebabkan oleh judi, faktor ekonomi, dan lain-lain,” tuturnya.
Sementara itu, sejalan dengan angka perceraian se-Kalteng, angka perceraian di Kota Palangka Raya juga masih banyak disumbang oleh pertengkaran rumah tangga. Hal ini diungkapkan oleh Panitera Hukum Muda PA Palangka Raya selaku Petugas Humas PA setempat, Hj Siti Rumiah.
Rumiah mengungkapkan bahwa pada 2024 hingga pertengahan Mei, jumlah cerai gugat sudah berada di angka 133 perkara dan cerai talak berjumlah 47 angka. Perceraian yang terjadi masih dominan disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran terus-menerus.
“Pada Januari 2024 ada 20 kasus perceraian dengan 18 kasus oleh perselisihan dan pertengkaran. Februari meningkat menjadi 30 kasus yang 28 di antaranya masih oleh faktor yang sama, Maret 28 kasus dengan 25 kasus oleh pertengkaran, lalu April 28 kasus yang 22 kasusnya karena faktor yang sama,” kata Rumiah saat ditemui di kantornya.
Selain karena perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, Rumiah menyebut faktor lainnya yang menjadi penyebab perceraian di Palangka Raya selama 2024 berjalan ini adalah ekonomi, dihukum penjara, meninggalkan salah satu pihak, dan mabuk. (dan)