Dialog Awal Tahun PPIIG UPR, Bahas Update Karbon Kalteng 2025

PALANGKA RAYA – Pusat Pengembangan IPTEK dan Inovasi Gambut (PPIIG) Universitas Palangka Raya (UPR), bekerja sama dengan berbagai mitra pembangunan, menggelar dialog awal tahun dengan tema “Update Karbon Kalimantan Tengah 2025” di Executive Lounge, Lantai 7 Gedung PPIIG UPR, Jumat (24/1). Acara tersebebut secara resmi dibuka oleh Wakil Rektor UPR Bidang Umum dan Keuangan, Drs. Darmae Nasir, MA, MSc, PhD.
Dalam sambutannya, Dr. Darmae menyoroti peran penting lahan gambut di Kalimantan Tengah sebagai penyimpan karbon terbesar sekaligus habitat bagi flora dan fauna endemik. “Lahan gambut sangat rentan terhadap kerusakan. Oleh karena itu, pelestarian dan restorasi lahan gambut menjadi langkah krusial untuk mencegah emisi gas rumah kaca serta melindungi keanekaragaman hayati,” ujarnya.
Direktur PPIIG UPR, Dr. Hendrik Segah, S.Hut., M.Si., PhD., IPU, menjelaskan bahwa dialog ini bertujuan membahas perkembangan program REDD+ di Kalimantan Tengah, sekaligus mempersiapkan implementasi program Result-Based Payment (RBP) dari BPDLH pada 2025-2026. “Melalui diskusi interaktif ini, kami berharap dapat merumuskan langkah strategis untuk mendukung keberhasilan program pengelolaan karbon di Kalimantan Tengah,” jelas Dr. Hendrik.
Dialog yang berlangsung dalam suasana serius namun santai ini menghadirkan narasumber dari berbagai institusi, termasuk Bappeda Kalteng, Dinas Lingkungan Hidup, WWF Indonesia, Penabulu Foundation, dan Yayasan Borneo Institute (BIT). Diskusi panel membahas berbagai isu terkini terkait pengelolaan karbon, mulai dari upaya yang telah dilakukan hingga tantangan yang dihadapi.
“Pengelolaan hutan dan lahan gambut yang berkelanjutan, serta penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat, adalah kunci untuk menjaga keanekaragaman hayati sekaligus menghadapi perubahan iklim,” tambah Dr. Darmae.
Okta Simon, Pimpinan WWF-ID Kalimantan Tengah, menegaskan pentingnya dialog ini sebagai titik awal memperkuat kolaborasi dalam pengelolaan karbon. “Dengan komitmen bersama, Kalimantan Tengah dapat berkontribusi secara signifikan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Potensi besar ada di sektor hutan, lahan gambut, dan lainnya. Dialog ini menjadi wadah berbagi pengalaman dan merumuskan langkah konkret ke depan,” kata Okta.
Dialog ini juga menjadi forum strategis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman antar pemangku kepentingan, sekaligus memberikan masukan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan yang lebih efektif terkait mitigasi perubahan iklim. Kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat sipil dianggap sangat penting untuk mencapai tujuan bersama dalam pengelolaan karbon dan pelestarian lingkungan di Kalimantan Tengah.
Hasil dari dialog diharapkan menjadi dasar pengambilan keputusan yang lebih efektif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim di masa depan. (hms/hen)