Juara setelah Teliti Tentang Kesetaraan Gender Pendidikan Tinggi Suku Dayak

oleh -59 Dilihat

Shafa Dila Evania Ikuti Lomba Peneliti Belia

bannerads728x90

Shafa Dila Evania sadar jika saat ini masih ada ketimpangan gender dalam sektor pendidikan di Kalteng. Dari rasa penasarannya itu, dia melakukan penelitian yang dituang dalam sebuah karya ilmiah. Hasil karyanya menyabet juara tingkat provinsi.

NOVIA NADYA CLAUDIA, Palangka Raya

Shafa Dila Evania

TERDENGAR sayup dari sudut lapangan, suara perempuan memanggil agar Kalteng Pos (penulis) menghampiri dirinya. Terlihat dari kejauhan, seorang remaja putri dengan mengenakan kaca mata dan hijab berwarna putih, melambai sambil tersenyum menandakan bahwa dia lah yang bersuara.

Sementara teman-teman yang lain sibuk dengan aktivitasnya di jam istirahat, sembari mengajaknya untuk ke kantin, namun gadis ini tak bergeming memenuhi ajakan temannya dan menolaknya dengan sopan.

Sambil mempersilahkan penulis untuk duduk di bawah pohon rindang, pemilik nama Shafa Dila Evania memulai pembicaraan dengan hangat. Apalagi ketika ditanya mengenai kisah hidupnya, dia akan menjawab dengan senyum seakan keramahan sudah melekat pada diri siswi SMA Negeri 3 Palangka Raya itu.

Dila, sapaannya sehari-hari, baru saja mengikuti Lomba Peneliti Belia dan berhasil meraih juara 1 di tingkat Provinsi Kalimantan Tengah, dengan judul penelitian ‘Kesetaraan Gender Pendidikan Tinggi pada Suku Dayak di Kalimantan Tengah’.

Betapa bahagianya dia dapat meraih prestasi itu, meskipun melalui online. Awal mula gadis yang lahir pada tanggal 11 Januari 2006 ini memilih judul penelitian tersebut, karena di Kalteng ada beberapa wilayah yang didominasi oleh suku Dayak asli dan ada pula yang tidak.

“Seperti daerah Kotawaringin Barat dan Kotawaringin Timur itu di dominasi oleh imigran. Dari situ saya punya rasa penasaran, bagaimana perbandingan pendidikan antara wilayah yang di dominasi oleh suku dayak asli dan yang tidak. Setelah di teliti, ternyata ketimpangan gender lebih di dominasi pada wilayah yang suku Dayaknya relatif kecil. Pendidikan justru lebih baik di wilayah yang suku Dayaknya lebih besar,” tuturnya sambil penuh semangat.

Dila adalah salah satu anak yang memiliki kemampuan berpikir jauh dari pada anak seusianya. Terlahir dari kedua orang tua yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Dila tumbuh dan besar dalam kasih sayang yang besar, serta diberikan asuhan dan bimbingan yang baik. Tidak heran jika dirinya mampu menoreh beberapa prestasi lainnya, mulai dari tingkat kota hingga nasional. Terlepas dari peran orang tuanya, tak kalah penting juga peran dari gurugurunya dalam mendidik Dila. Sejak kecil hingga saat ini, cita-cita Dila tidak pernah berubah.Dirinya berkeinginan untuk menjadi Dokter bedah syaraf dengan menempuh pendidikan di Universitas Diponegoro setelah lulus nanti.

Dari kedua orang tua dan gurulah, benih-benih ilmu tumbuh pada sosok siswi Kelas XII Mipa 6 ini. Memiliki hobi membaca buku mengenai pendidikan, ketertarikannya pada kesetaraan gender semakin kuat. Menurut Dila, saat ini banyak orang yang masih berpikiran patriarki, misalnya perempuan tidak perlu sekolah yang tinggi karena akan menjadi ibu rumah tangga di rumah. Bahkan, pengalaman dari keluarganya pun demikian.

“Banyak yang bilang untuk apa sekolah tinggi-tinggi bila nantinya juga akan menjadi ibu rumah tangga. Dari situ saya mau menggali apa yang melatarbelakangi orang punya pola pikir seperti itu. Hingga melakukan proses penelitian kurang lebih selama 2 minggu,” ucapnya.

Meskipun berhasil meraih juara satu di tingkat provinsi, namun perjalanannya untuk menuju ke tingkat nasional tidaklah mudah. Dila harus kembali mengikuti seleksi dengan versi Bahasa inggris. Namun semua itu diperkuat dengan keikutsertaannya dalam ekstrakurikuler Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) di sekolah, sehingga memiliki dukungan dan semangat yang lebih dari teman-teman serta guru pembina.

Setiap usaha pasti ada hambatan dan ujian yang menghadang dalam menggapai impian.

Harapan tentu terbentang luas bila mau berusaha. Belajar dengan gigih tanpa mengenal lelah, itulah perjuangan Dila demi meraih prestasi dan menggapai cita-citanya kelak. Karena belajar adalah kewajiban, maka karya ilmiah yang ditulisnya bertujuan agar anak muda jangan takut untuk melanjutkan pendidikan. Laki-laki maupun perempuan memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang tinggi dan mewujudkan cita-cita.

“Menurut saya tidak boleh membeda-bedakan gender. Zaman sekarang juga masih banyak perempuan yang ditindas, maka dari itu perempuan juga perlu berpendidikan tinggi,” tutupnya. (*/ala)