Bagaimana Inovasi Pembelajaran Guru Profesional pada Abad ke-21 di Sekolah Dasar?

oleh

DI abad ke-21, guru profesional wajib mempunyai kompetensi inovasi pembelajaran. Abad ke-21 merupakan abad pengetahuan, banyak peluang dan tantangan global harus dihadapi oleh guru profesional. Terlebih pada abad tersebut, perkembangan inovasi sangat beragam (Basyaev, Diens, & Suwandi, 2021). Guru profesional harus berani menghadapi tantangan global dengan menjadi profesional tanpa menghilangkan budaya. Selama beberapa abad terakhir, tantangan utama pendidikan guru adalah mempersiapkan guru menghadapi meningkatnya heterogenitas dan perubahan demografi ruang kelas karena kelahiran dan migrasi penduduk. Kelahiran dan migrasi penduduk menyebabkan perlunya pembahasan isu-isu budaya di ruang kelas di seluruh Indonesia. Di Amerika Serikat, program pendidikan guru ditentukan berdasarkan mata pelajaran, pengalaman belajar, gelar, dan calon guru merupakan hasil dari gagasan reduktif tentang budaya yang membingkai siswa sebagai yang memiliki serangkaian sifat tetap yang memerlukan jenis intervensi pendidikan tertentu. Gagasan budaya lebih dinamis menekankan apa yang Gutiérrez dan Rogoff (2003) sebut sebagai praktik budaya siswa di sekolah, dimanfaatkan untuk mengeksplorasi pengetahuan umum dan keahlian apa yang mungkin dibutuhkan guru professional di semua spesialisasi pendidikan (Rueda & Stillman, 2012).

bannerads728x90
Oleh: Ady Ferdian Noor, penulis merupakan Dosen Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Guru profesional merupakan cita-cita dari adanya sertifikasi guru oleh pemerintah (Efferi, 2015). Sertifikasi guru bertujuan menjadikan guru menjadi guru profesional. Tetapi kenyataannya, profesi guru selalu berkutat dengan birokrasi dan struktur sistem administrasi sehingga mereka kurang fokus dengan pekerjaan yaitu mengajar dan mendidik. Sesuai UU RI Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 20 ayat (a), guru mempunyai tugas keprofesionalan yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Profesionalisme menurut Kauchak & Eggen sangat menekankan pentingnya memahami konteks kelas dan kemampuan untuk membuat keputusan dalam situasi yang kompleks dan tidak jelas (Kauchak & Eggen, 2011). Ada lima hal untuk menjadi guru profesional yaitu (1) guru harus mempunyai komitmen untuk membelajarkan; (2) guru mengenal terlebih dahulu peserta didik yang mereka belajarkan dan bagaimana cara membelajarkan materi kepada mereka; (3) guru bertanggungjawab mengatur dan memonitoring peserta didik sebagai yang dibelajarkan; (4) guru berpikir sistematis tentang praktik yang telah direncanakan dan belajar dari pengalaman belajar sewaktu mengajar; dan (5) guru adalah anggota dari masyarakat belajar (Darling-Hammond and Bransford, 2005).

International Step by Step Association (ISSA), Pendidik profesional abad ke-21 terdiri dari tujuh bidang fokus terkait pedagogi berkualitas dan mengidentifikasi cara untuk mencapai kompeten yaitu 1. Interaksi; 2. Keluarga dan Komunitas; 3. Inklusi, Keberagaman dan Nilai-Nilai Demokrasi; 4. Penilaian dan Perencanaan; 5. Strategi Pengajaran; 6. Lingkungan Belajar; 7. Pengembangan Profesi. Bidang-bidang tersebut sangat penting untuk mendukung perkembangan dan pembelajaran setara untuk anak berkualitas. Ketujuh bidang tersebut mengedepankan praktik-praktik pengajaran yang berpedoman pada prinsip-prinsip humanistik dan sosio-konstruktivis, menekankan praktik-praktik perkembangan, pendekatan individual, dan gagasan bahwa pembelajaran terjadi dalam interaksi, dan merupakan dialog antara anak-anak dan orang dewasa, serta antara anak-anak, yaitu ditandai dengan saling menghormati, menstimulasi dan memberi otonomi pada peserta didik, serta menganggap anak-anak adalah warga negara yang kompeten dan baik walaupun mereka memerlukan dukungan orang dewasa. Prinsip pedagogi kualitas, ISSA mengakui dan mempromosikan peran penting profesional sebagai individu berpengetahuan dan dan membimbing anak-anak dalam melakukan eksplorasi pembelajaran dan belajar berkelompok serta terintegrasi kearifan lokal untuk pembelajaran dan inquiry.

UNESCO dan OECD mengemukakan bahwa profesi guru menghadapi tantangan yang berubah-ubah cepat dan memerlukan seperangkat kompetensi baru. Profesi guru memiliki dampak yang luar biasa terhadap pendidikan. Realitas tersebut menunjukkan pentingnya keterampilan mengajar abad ke-21 bagi keberhasilan pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran memerlukan guru terampil dan terdidik yang harus terus tumbuh dan berkembang secara profesional sepanjang karier untuk menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan bagi guru profesional yaitu siswa yang tidak bahagia di sekolah dan berprestasi rendah. Tantangan tersebut artinya bagaimana menjadikan siswa bahagia di sekolah dan berprestasi tinggi? Guru profesional perlu memahami, bagaimana teknologi mempengaruhi pembelajaran sebagai alat bantu, menggunakan teknologi untuk berkembang secara profesional, menjelajahi keberagaman siswa, berani mengambil keputusan, meningkatkan rasa percaya diri melalui efikasi diri, memiliki pengetahuan mengenai isu-isu kekinian era reformasi industri 4.0 dan 5.0 serta masyarakat 5.0.

Permasalahan perkembangan pribadi ditambah fenomena dari hasil penelitian meta analisis bahwa pengalaman seorang guru di masa lalu dan saat ini sangat berpengaruh dalam menentukan praktik mengajar mereka sehari-hari di kelas (Hattie, 2009). Praktik mengajar yang dilakukan guru selama ini, sebagian besar strategi mengajar guru hanya berdasarkan pada tradisi, pengalaman, dan konteks, serta tidak berdasar teori yang relevan sehingga kurang menyelesaikan masalah. Guru harus melakukan praktik budaya. Praktik budaya berfokus pada perilaku, aktivitas sehari-hari, dan adat istiadat yang dimiliki dan diwariskan dalam budaya atau masyarakat tertentu. Praktik budaya dapat dijadikan nilai pembelajaran meliputi keseluruhan aktivitas masyarakat yaitu filosofi Huma Betang, pola asuh anak, hubungan antarpribadi, dan ekspresi artistik. Praktik budaya berfungsi penciptaan dan pengembangan manusia modern dan menjaga dan melestarikan budaya asli serta membentuk keterampilan sosial, kompetensi sosial, dan perkembangan pribadi melalui keterampilan mengajar (Nefedova, Rudi, & Kordas, 2023).

Guru professional harus mengembangkan keterampilan mengajar abad ke-21 tersebut. Pengembangan keterampilan mengajar abad ke-21 menurut Oswald melalui 1) senang bekerja dengan orang-orang meliputi orang dewasa dan anak-anak; 2) melaksanakan bimbingan agar siswa dapat melalui masa transisi dari anak-anak ke dewasa muda; dan 3) perlakuan kepada siswa sekolah agar merasa istimewa dan pantas dikelilingi oleh orang dewasa yang peduli dan memahami kebutuhan (Kauchak & Eggen, 2011). Guru profesional bekerja mandiri mengembangkan keterampilan mengajar abad ke-21 dan pemerintah dengan kebijakan mendukung penuh otonomi guru bekerja mandiri dan merdeka dengan kesepakatan bahwa tidak boleh menganggu kreatifitas dan inovasi guru dalam mengembangkan keterampilan mengajar abad ke-21. Dukungan pemerintah dapat mencontoh pada program Pendidikan Huma Betang dari gubernur Kalimantan Tengah, Agustiar Sabran salah satunya melalui “Pak Agustiar Mengajar”, Beliau menyampaikan bahwa intinya pendidikan dapat menjadikan anak-anak berkarakter, punya komitmen, konsisten, dan sikap baik serta menghormati guru dan orang tua (Sekarini, kaltengpos.jawapos.com/metropolis/pendidikan/27/05/2025). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah turun langsung memantau perkembangan pendidikan perserta didik.

Jadi, guru profesional menjawab permasalahan dan tantangan global melalui inovasi yaitu pelayanan pembelajran setara tanpa membeda-bedakan, berkualitas, bermakna, dan mendalam tanpa menghilangkan budaya dengan mengkonstruk perkembangan pribadi dan interaksi sosial, menerapkan keterampilan mengajar abad ke-21, mempraktikan budaya berbasis nilai kearifan lokal secara berkelanjutan di sekolah dengan dukungan penuh kebijakan dari pemerintah.(*)