Azazil

oleh

TAHU kenapa Iblis dikeluarkan dari Surga? Yang pasti, bukan akibat digoda setan, karena semua setan anak buahnya Iblis. Bukan juga karena menyembah berhala, karena Iblis meyakini bahwa Allah Tuhan yang Maha Esa.

bannerads728x90

Lalu kenapa Iblis keluar dari surga? Dia keluar dari Surga karena penyakit hasad! Bukan syirik, bukan munafik. Hasad kepada Nabi Adam Alaihissalam. Seperti yang tertuang di Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 34.

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” Adam ini anak kemarin sore. “Aku ini sudah beribadah ribuan tahun,” ucap Iblis.

Iblis yang berasal dari bangsa Jin ini bernama asli Azazil ini dalam riwayat beribadah ribuan tahun hingga naik ke level langit ke tujuh dan setara dengan Malaikat. Namun tiba-tiba ada makhluk yang baru diciptakan dan semua makhluk Allah diperintahkan untuk sujud kepadanya.

Muncullah penyakit hasad di dalam diri Iblis. Perasaan iri atau dengki terhadap nikmat yang dimiliki orang lain dan berharap nikmat tersebut hilang darinya.

“Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,” ucap Iblis kepada Allah yang tertuang dalam Al-Quran Surah Al-Hijr ayat 33.

Allah pun menjawab di ayat 34-nya. “(Kalau begitu) keluarlah dari Surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk.” Kemudian Iblis pun keluar dari Surga dan menjalankan sumpahnya untuk menyesatkan manusia seperti yang tertuang di dalam Al-Quran Surah Al-Hijr ayat 39.

Iblis berkata, “Aku akan menjadikan mereka (manusia) memandang indah perbuatan maksiat di muka bumi. Dan pasti aku akan menyesatkan mereka semua kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis”.

Jadi sudah dipastikan penyakit hasad ini begitu merusak. Dan tanpa sadar, penyakit ini hampir menimpa semua manusia termasuk kita. Rasa iri atau dengki terhadap nikmat yang dimiliki orang lain. Terlebih kalau yang dapat nikmat itu adalah orang dekat kita, kawan kita, teman sekantor kita, rasanya seolah tidak ikhlas kalau mereka mendapatkan nikmat dari Allah. Dan, berharap nikmat tersebut hilang darinya. Na’udzubillahhi min dzalik.

Saat ada orang lain mendapat nikmat, bersegeralah mengingat atau melihat siapa yang memberi nikmat tersebut, bukan fokus kepada nikmat yang didapat atau mereka yang mendapat nikmat.

Dengan kita mengingat kepada Al-Wahhab (Dzat yang Maha pemberi segala sesuatu) insyaAllah lebih adem, karena kita percaya bahwa Allah paling tahu yang terbaik untuk hambanya. BarakAllahu Fiikum. (*)