Langkah Praktis Penyelesaian Ketimpangan Penguasaan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit yang Lebih Berkeadilan

oleh

KALIMANTAN Tengah adalah provinsi terluas di Indonesia, luas wilayah Kalimantan Tengah mencapai 153.444 km2.

bannerads728x90

Dihuni oleh 2,8 juta penduduk dengan tingkat kepadatan hanya 18 orang per km2.

Sementara itu, luas Perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah menurut data BPS 2023 mencapai 1,9 juta hektar, merupakan yang terluas di Pulau Kalimantan, dan terluas kedua di Indonesia.

Oleh: Mukti Ali
Penulis merupakan Plt Direktur Utama Bank Syariah Mitra Amanah

Masih menurut data BPS, luas perkebunan sawit rakyat hanya 20,6% atau sekitar 403 ribu hektar, sisanya dikuasi Perusahaan Perkebunan besar.

Data data diatas jelas menggambarkan ketimpangan penguasaan lahan Perkebunan kelapa sawit, yaitu Dimana sumber daya alam perkebunan, 79,4% dikuasi oleh sekelompok kecil perusahaan, baik itu milik swasta maupun pemerintah.

Isu ketimpangan dalam penguasaan lahan perkebunan oleh sekelompok kecil orang, telah lama menjadi isu negatif, hal ini menimbulkan kesenjangan baik dalam bidang ekonomi maupun sosial.

Dalam bidang ekonomi ketimpangan penguasaan lahan ini menimbulkan ketidakseimbangan pendapatan, satu kelompok kecil yang menguasai lahan luas mendapatkan penghasilan yang sangat besar, sementara kelompok lainnya yang jumlah nya sangat besar mendapatkan penghsilan yang sangat kecil.

Dalam bidang sosial, ketimpangan penguasaan lahan ini membuat kelompok kecil masyarakat mempunya akses yang luas terhadap sumber daya, semenara kelompok besar lainnya justeru sulit mendapatkan akses sumber daya, dalam hal ini sumber daya lahan Perkebunan.

Ketimpangan dan Ketidakadilan dalam penguasaan lahan ini harus dijawab oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, karena jika dibiarkan, dapat menimbulkan gejolak sosial sewaktu waktu, dan dapat meledak seperti bom waktu.

Terlebih Pemerintah Daerah yang ketempatan sumber daya alam ini, haruslah memiliki perhatian dan berperan aktif Menyusun kebijakan untuk menyeimbangkan penguasaan atas lahan perkebunan ini, sehingga dapat memitigasi resikoresiko gejolak sosial akibat kesenjangan dan ketidakadilan distribusi lahan. Juga dalam rangka mendorong percepatan kesejahteraan ekonomi masyarakat daerah, Pemerintah Daerah sangat berkepentingan.

Baiklah berikut beberapa langkah praktis penyelesaiannya: Meningkatkan porsi kepemilikan/ penguasaan masyarkat /mitra lokal dari minimum 20% ke 50% Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas tanah, Satuan rumah susu, dan Pendaftaran tanah. Pasal 27 ayat i, menyatakan sebagai berikut, “memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit 2O% (dua puluh persen) dari luas Tanah yang diberikan hak guna usaha, dalam hal pemegang hak merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas dan penggunaannya untuk Perkebunan”.

Berdasarkan rujukan peraturan ini, Perusahaan Perkebunan besar wajib memfasilitasi Pembangunan kebun masyarakat paling sedikit 20% dari luas tanah yang diberikan hak guna usaha.

Artinya 20% itu batas paling bawah, sehingga peluang untuk meningkatkan menjadi lebih besar sangat dimungkinkan, selagi Pemerintah punya kehendak politik yang kuat (political will) untuk menyeimbangkan penguasaan atas lahan, dan sekaligus juga mendorong percepatan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal.

Waktu Perpanjangan HGU adalah waktunya memulai! Pertanyaanya kapan kira-kira waktu yang tepat untuk meningkatkan porsi kepemilikan atau penguasaan masyarakat lokal terhadap lahan ini? Jawabanya mudah, yaitu pada saat tanah tanah Hak Guna Usaha (HGU) jatuh tempo, yaitu fase 35 tahun pertama. Praktisnya, pemerintah menarik kembali sebagian HGU menjadi tanah negara dan kemudian memberikan perpanjangan sebagian lainnya, untuk hak guna usaha fase kedua selama 25 tahun berikutnya.

Dengan Langkah praktis ini, lahan HGU yang diperpanjang dan dikuasi oleh Perusahaan Perkebunan besar hanya 50% saja, sementara sisanya sebesar 20% merupakan kemitraan dengan masyarakat existing, dan 30% lainnya kemitraan lokal baru. Untuk alokasi kemitraan masyrakat lokal baru ini bisa dikelola oleh koperasi desa/koperasi merah putih sesuai program Presiden Prabowo, atau bisa juga dikelola dibawah bendera Perusahaan Daerah yang dimiliki oleh pemerintah daerah.

Kepemilikan oleh Perusahaan daerah, akan berdampak melonjaknya pendapatan asli daerah dalam kurun waktu 5 tahun mendatang, Ketika kebun sawit telah memasuki masa produksi atau tanaman telah menghasilkan.

Kebun kemitraan (Plasma-Inti) Pertanyaan lanjutanya adalah bagaimana koperasi merah putih atau Perusahaan daerah membangun dan mengelola kebun sawit, jika sumber daya belum siap, peran koperasi atau perushaan daerah cukup duduk manis menjalankan model tata Kelola pekebuanan plasma inti, dimana Koperasi dan Perusda menjadi petani plasma dan Perusahaan Perkebunan besar menjadi Inti nya seperti model yang sudah lama dipraktikkan.

Sumber Pembiayaan Kebun Lalu dari mana sumber pembiayaan untuk membangun kebun? Ah itu kalo mau dibuat mudah bisa jadi mudah, tapi kalo mau dibuat sulit juga pasti rumit. Saya memilih jalan mudah, yang rasional, dan sangat bisa dijalankan.

Pertama, sumber pembiayaan bisa menggunakan program peremajaan sawit rakyat (PSR) dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, program bantuan ini menyediakan pembiayaan untuk peremajaan kebun sawit rakyat yang anggarannya Rp60 juta perhektar.

Kedua dapat bersumber dari pembiayaan bank, dalam hal ini diutamakan dari bank daerah alias bankmilik pemerintah daerah sendiri, dengan demikian bank daerah berpeluang untuk mendapatakan bisnis untuk menyalurkan pembiayaan pada sektor perkebunan kelapa sawit yang juga dimiliki oleh pemerintah daerah melalui badan hukum perusda.

Pemerintah daerah dapat memberikan jaminan pembayaran marjin/ bunga selama masa konstruksi kebun alias kebun belum berproduksi, dengan mengalokasikan sumber pembiayaanya dalam APBD tahunan, dan dijadikan suntikan modal bagi perusda Perkebunan sawit. Setelah kebun berproduksi pada tahun ke 4, giliran pemerintah daerah menikmati hasilnya, menjadi sumber pendapatan daerah yang menjanjikan, dan ini akan berlangsung mengikuti masa produktif kebun hingga 25 tahun.

Bahkan Bank daerah juga akan menikmati derasnya perputaran aliran dana segar dari hasil penjualan buah sawit, yang akan menjadi sumber dana murah.

Pemerintah, Masyarakat, dan Pengusaha, semua diuntungkan! Masyarakat untung, perusda untung, pemerintah daerah untung, lalu bagaiman dengan Perusahaan Perkebunan besar? Jangan khawatir, meski luasan lahannya dikurangi, akan tetapi mereka masih tetap dapat menikmati keuntungan, bahkan mungkin harusnya tidak berkurang. Mengapa? Karena mereka tetap bertindak sebagai Perusahaan inti yang mengelola kebun kemitraan baik dengan masyarakat, maupun Perusahaan daerah. Mereka tetap berhak untuk membeli buah hasil produksi dari kebun sawit mitra lokal, sehingga tetap mendapat supply buah untuk pabrik pabrik kelapa sawit yang telah mereka bangun, dan mereka tetap dapat menikmati cuan dan penjualan crude palm oil (CPO) dan aneka produk turunannya.

Bahkan dengan redistibusi lahan yang lebih berkeadilan, Perusahaan harusnya mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari masyarakat di lingkungan operasinya masing-masing, karena isu kesenjangan ekonomi sosial telah diselesaikan dengan baik bersama Pemerintah.

Masyarakat menikmati peluang kesejahteraan yang lebih luas, Pemerintah Daerah menikamti Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang lebih kuat bersumber dari pendapatan Perusahaan daerah dari produksi perkebunan sawit.

Pahlawan Pembangunan, citra positif untuk politik Sisi lain yang dapat dinikmati oleh Pemerintah daerah jika berhasil melakukan kebijakan redistribusi lahan yang berkeadilan adalah mereka meraka akan dikenang sepanjang sejarah sebagai Pahlawan Pembangunan daerah, yang mampu menjadi pendobrak kebuntuan untuk mengatasi masalah ketimpangan dan ketidakadilan atas pengusahan sumber daya alam, dalam hal ini lahan Perkebunan kelapa sawit.

Kenangan manis masyarakat tentu menjadi modal politik yang kuat bagi siapa saja yang punya keberanian dan kemauan kuat untuk mengambil langkah praktis redistribusi lahan untuk kepentingan masyarakat dan pemerintah daerah secara lebih berkeadilan. Sederhananya siapa saja yang mengambil Langkah ini, dan dampak positifnya berasa 5 tahun mendatang, maka kebijakan ini sudah lebih dari cukup untuk modal pencitraan positif untuk di bawa ke panggung pangung kompetisi kekuasaan seperti Pileg, Pilkada, dan sejenisnya.

Demikian, salam Indonesia bagus, semangat membangun negeri! (*)